Rabu, 12 September 2012

Sejarah Pura Dalem Ped

Sumber PUSTAKA BALI POST

"PURA DALEM PED"


Pura Penataran AGung Ped (kata Ped sering ditulis dan diucapkan Peed).  Tapi,
pura ini sering disebut PUra Dalem Peed.  Letak pura ini di Desa Peed, Sampalan,
Nusa Penida, Kabubaten Klungkung.
Karena pengaruhnya yang sangat luas, Pura Penataran Agung Ped disepakati sebagai
Pura Kahyangan Jagat.
Pada awalnya, informasi tentang keberadaan Pura Penataran Agung Ped simpang siur.
Sumber-sumber informasi tentang sejarah pura itu sangat minim, sehingga menimbulkan
perdebatan yang lama.  Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan Mangku Rumodja--
Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Penataran Ped.  Yang lainnya,
khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra, Klungkung, Dewa Ketut
Soma dalam tulisannya berjudul Selayang Pandang Pura Ped berpendapat, kedua
sebutan dari 2 versi yang berbeda itu benar adanya.  Menurutnya, yang dimaksud
kan adalah Pura Dalem Penataran Ped.  Jadi, satu pihak menonjolkan "penataran",
satu pihak lainnya menonjolkan "dalem"nya.
Beberapa sumber menyebutkan,pura itu pada awalnya bernama Pura Dalem.  Dalam
buku Sejarah Nusa dan Sejarah Pura Dalem Ped yang ditulis Drs. Wayan Putera Prata
menyebutkan Pura Dalem Ped awalnya bernama Pura Dalem Nusa.  Penggantian nama itu
dilakukan tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung.  Penggantian nama itu
setelah Ida Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan
(mapeed) datang ke Nusa dengan maksud menyaksikan langsung keberadaan informasi
atas keberadaan 3 tapel yang sakti di Pura Dalem Nusa.
Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu menyembuhkan berbagai macam
penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-tumbuhan.  Sebelumnya, Ida
Pedanda Abiansemal kehilangan 3 buah tapel.  Begitu menyaksikan 3 tapel yang ada
di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang dari
kediamannya.  Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan
catatan warga Nusa menjada dengan baik dan secara terus-menerus melakukan
upacara-upacara sebagaiman mestinya.
Kesaktian 3 tapel itu bukan saja masuk ketelinga Ida Pedanda, tetapi keseluruh
pelosok Bali.  Termasuk, warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi serangan
hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya.  Ketika mendengar kesakitan
3 tapel itu, seorang klian subak diutus menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem
Nusa.  Sesampainya disana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan
terhindar dari berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka.  Permohonan itu
terkabul.  Tak lama berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan.
Hasil panen pun berlimpah.
Sesuai kaulnya, warga kemudian menggelar upacara mapeed.  Langkah itu diikuti
subak-subak lain disekitar Sampalan. Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu
terdengar hingga seluruh pelosok Nusa.  Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung
mengganti nama Pura Dalem Nusa dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meskipun ada kata "dalem", namun bukan berarti pura tersebut merupakan bagian
dari Tri Kahyangan.  Yang dimaksudkan "dalem" disini adalah merujuk sebutan
raja yang berkuasa di Nusa Penida pada zaman itu.  Dalem atau raja dimaksud
adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa atau Ratu Gede Mecaling.
Ada 5 lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped.  Pura Segara,
sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, terletak pada bagian paling utara dekat
dengan bibir pantai lautan Selat Nusa.  Beberapa meter mengarah keselatan ada
Pura Taman dengan kolam mengitari pelinggih yang ada didalamnya.  Pura ini berfungsi
sebagai tempat penyucian.
Mengarah kebaratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede Mecaling
sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya.  Disebelah timurnya ada
lagi pelebaan Ratu Mas.  Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang merupakan
linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan
lain sesuai fungsi pura masing-masing.  Selain itu, diposisi jaba ada sebuah
wantilan yang sudah berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa
dipergunakan untuk pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan
atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan.  Contohnya, 2 arca yakni
Arca Ratu Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Arca Ratu Mas yang ada
di Pelebaan Ratu Mas.  Kedua arca itu tidak ada yang berani menyentuhnya. Begitu
juga bangunan-bangunan keramat lainnya.  Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki,
hal itu dilakukan dengan membuat bangunan serupa disebelah bangunan yang dikeramatkan
tersebut.
Adanya perbaikan-perbaikan yang secara terus menerus itu, membuat hampir seluruh
bangunan yang ada dipura ini terbentuk dengan plesteran-plesteran permanen dari
semen dan kapur.  Termasuk asagan yang lazimnya terbuat dari bumbu yang bersifat
darurat, tetapi disini dibuat permanen dengan plesteran semen.
Ada beberapa pantangan yang harus diikuti jika nangkil kepura yang diempon 18
desa pakraman ini.  Misalnya, umat disarankan agar tidak membawa uang dengan melipatkan
tangan kebelakang.  Jika itu dilanggar, uang itu bisa hilang sebagian.  Begitu
juga saat makan agar tidak sambil berdiri atau jongkok.  Jika pantangan itu
dilanggar, makanannya akan cepat habis tanpa memberi kekenyangan.

Purusa Pradana
Pura Dalem Penataran Ped merupakan tempat memuja Tuhan Yang Mahakuasa sebagai
pencipta Purusa dan Pradana.  Menurut Drs. I Ketut Wiana, M.Ag, Purusa itu adalah
kekuatan jiwa atau daya spiritualitas yang memberikan nafas kehidupan pada alam
dan segala isinya. Pradana adalah kekuatan fisik material atau daya jasmaniah yang
mewujudkan secara nyata kekuatan Purusa.
Ada cerita menarik dari pura ini. Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan Bhatara Siwa
menurunkan Dewi Uma dan berstana di Puncak Mundi Nusa Penida diiringin oleh para
Bhuta Kala.  Di Pura Puncak Mundi, Dewi Uma bergelar Dewi Rohani dan berputra
Dalem Sahang.  Pepatih Dalem Sahang bernama I Renggan dari Jambu Dwipa, Kompyang,
Dukuh Jumpungan. Dukuh Jumpungan itu lahir dari pertemuan Bhatara Guru dengan Ni
Mrenggi, Dayang dari Dewi Uma.  Kama dari Batara Guru berupa awan kabut yang
disebut "limun". Karena itu disebut Hyang Kalimunan.
Kama Bhatara Guru ini diurip oleh Hyang Tri Murti dan menjadi manusia.  Setelah
diajar berbagai ilmu kerohanian dan kesidhian oleh Hyang Tri Murti, beliau diberi
nama Dukuh Jumpungan dan bertugas sebagai ahli pengobatan.  Setelah turun-temurun
Dukuh Jumpungan menurunkan I Gotra yang juga dikenal sebagai I Mecaling.  Menurut
Wiana, inilah yang selanjutnya disebut Ratu Gede Nusa.
Ratu Gede Nusa ini berpenampilan seperti Bhatara Kala.  Menurut penafsiran Ida
Pedanda Mas Sidemen (alm) dari Geria Taman, Sanur yang dimuat dalam buku hasil
penelitian sejarah pura oleh Tim IHD Denpasar (sekarang Unhi) antara lain
menyatakan: Saat Bhatara di Gunung Agung, Batu Karu dan Batara di Rambut Siwi dari
Jambu Dwipa ke Bali, beliau diiringi oleh 1500 makhluk halus (wong samar).  500
wong samar itu dengan 5 orang taksu menjadi pengiring Ratu Gede Nusa atas waranugraha
Bhatara di Gunung Agung.  Bhatara di Gunung Agung memberi waranugraha kepada Ratu
Gede Nusa ats tapa bratanya yang keras.  Atas tapa brata itulah Bhatara di Gunung
Agung memberi anugerah dan wewenang untuk mengambil upeti berupa korban manusia
Bali yang tidak taat melakukan ajaran agama yang dianutnya.
Di Pura Dalem Penataran Ped ini merupakan penyatuan antara pemujaan Batara
Siwa diGunung Agung dengan pemujaan Dewi Durgha atau Dewi Uma di Puncak Mundi.
Dengan demikian, Pura Dalem Penataran Ped itu merupakan pemujaan Siwa Durgha dan
pemujaan raja disebut Pura Dalem.  Mengapa disebut sebagai Pura Penataran Ped,
tiada lain karena pura ini sebagai Penataran dari Pura Puncak Mundi, pemujaan
Bhatari Uma Durgha.
Artinya, Pura Penataran Ped ini sebagai pengejawantahan yang aktif dari fungsi
Pura Puncak Mundi.  Dipura inilah bertemunya unsur Purusa dari Bhatara di Gunung
Agung dengan Bhatari Uma Durgha di Puncak Mundi.  Dari pertemuan 2 unsur inilah
yang akan melahirkan sarana kehidupan yang tiada habis-habisnya yang disebut
rambut sedana.
Berdasarkan adanya Pelinggih Manjangan Saluwang disebelah barat Tugu Penyipenan
dapat diperkirakan bahwa Pura Dalem Penataran Ped ini sudah ada sejak Mpu Kuturan
mendampingi raja memimpin Bali.  Pura ini mendapatkan perhatian saat Dalem Dukut
memimpin di Nusa Penida dan dilanjutkan pada zaman kepemimpinan Dalem Klungkung.
Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan bahwa Dalem Klungkung melakukan upaya menyatukan
Nusa dengan Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar